Showing posts with label Tekno. Show all posts
Showing posts with label Tekno. Show all posts

Wednesday, July 26, 2017

Berita Teknologi: Plug and Play Kebut Ekosistem Startup Indonesia

Berita Teknologi: Plug and Play Kebut Ekosistem Startup Indonesia

Tekno, Jakarta - Berita teknologi dalam negeri hari ini salah satunya datang dari akselarator startup Plug and Play Indonesia. Akselarator startup asal Indonesia ini kian gencar melaksanakan program mereka dalam mengembangkan ekosistem startup di Indonesia.

Lembaga akselarator ini menemui dua kepala lembaga pemerintahan untuk membahas ekosistem tersebut, awal pekan ini. Keduanya, yakni Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.

Baca: Berita Teknologi Unik: Robot Bermain Musik Jazz

"Ini adalah bentuk komitmen sekaligus tanggungjawab PNP setelah diberi kepercayaan Presiden Joko Widodo untuk mengembangkan ekosistem startup," ujar Presiden Direktur PNP, Wesley Harjono Indonesia, dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Rabu, 26 Juli 2017.

Plug and Play adalah akselarator startup global yang memiliki misi untuk memdorong perkembangan startup yang bergerak dibidang teknologi. Berkantor pusat di Silicon Valley, PNP memiliki jaringan yang luas termasuk lebih dari 200 korporasi, investor, universitas, dan partner di berbagai bidang seperti, retail, fin-tech, Internet of things, media, dan cloud.

Berdiri pada 1998 dengan nama Amidzad Partners. Kini, Plug and Play telah berinvestasi di lebih dari 350 startup teknologi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Baca: Berita Teknologi: Alphabet Rilis Google Glass Enterprise Edition

Wesley menjelaskan, pertemuan dengan Triawan membahas pencapaian 11 startup yang masuk ke dalam program akselarator batch pertama. Adapun 11 startup tersebut, yaitu Astronaut, Bandboo, Bustiket, Brankas, DANAdidik, Otospector, KYCK, Karta, Sayurbox, Toucan, dan Wonderlabs.

Sejak masuk ke dalam program akselerator PNP pada Mei lalu, startup-startup ini telah diberikan berbagai hal. Mulai dari workshop, 1-on-1 mentoring program, seed funding, dan banyak hal lainnya.

Baca: Berita Teknologi: Inilah Alasan Kita Sulit Lepas dari Smartphone

Selain itu, Wesley mengatakan, startup-startup ini juga berhasil menjalin hubungan yang baik dengan perusahaan besar yang merupakan mitra korporasi dari PNP Indonesia. Bahkan, beberapa startup sudah berada dalam tahap awal penjalinan kerjasama.

Saat ini, PNP Indonesia yang digandeng oleh Gan Konsulindo, perusahaan investment lokal di Indonesia, telah memiliki empat mitra korporat. Di antaranya, yaitu Astra International, BNI, BTN, dan Sinarmas.

"Perusahaan besar sudah memiliki koneksi yang besar, namun cenderung kaku dalam hal inovasi. Di sisi lain, startup dikenal dengan inovasinya di bidang teknologi, namun mereka belum memiliki koneksi yang cukup. Dengan program ini, startup dan korporasi dapat saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing," tutur Wesley.

Baca: Berita Teknologi Terbaru: Serangan Hacker Pakai Ransomware Petya

Adapun pertemuan dengan Menteri Budi untuk membahas kerja sama di bidang transportasi. "Masyarakat membutuhkan sistem baru yang membantu proses jadi lebih efisien," kata Budi.

Direktur Akselarator PNP Indonesia, Nayoko Wicaksono, optimistis dengan pengembangan startup yang mereka bina. "Kami yakin 11 startup lulusan batch pertama bisa berkontribusi besar dalam ekonomi digital Indonesia," ujarnya.

Baca: Berita Teknologi Hari Ini: Ketika Ponsel Bagikan Data Pribadi

Simak berita teknologi dan startup lainnya hanya di kanal Tekno Tempo.co.

AMRI MAHBUB

Elon Musk dan Mark Zuckerberg Berselisih Soal Kecerdasan Buatan

Elon Musk dan Mark Zuckerberg Berselisih Soal Kecerdasan Buatan

Tekno, California - Bos SpaceX, Bos SpaceX, Elon Musk: Kecerdasan Buatan Berpotensi Mengancam

Sebelumnya, Zuckerberg ditanya soal pandangan Musk mengenai bahaya robot. Zuckerberg mencaci para pengecam yang memiliki skenario akhir segalanya atau kiamat seperti Musk sebagai orang yang tak bertanggung jawab.

Zuckerberg dan Musk, yang merupakan kepala eksekutif perusahaan pembuat mobil Tesla Inc dan perusahaan roket SpaceX, terlibat debat seru selama beberapa hari terakhir menyangkut bahaya kecerdasan buatan. Keduanya berbeda soal perlunya regulasi pemerintah yang lebih ketat menyangkut teknologi.

Baca: Program Koloni Mars SpaceX, Elon Musk: Tiket Hanya Rp 2,7 Miliar

Istilah kecerdasan buatan atau artificial intelligence digunakan untuk menggambarkan mesin dengan kode komputer yang bisa belajar dengan sendirinya. Teknologi ini menjadi luas digunakan pada berbagai sektor semacam pelayanan kesehatan, hiburan, dan bank.

Kekhawatiran bahwa mesin akan menjadi cerdas sekali sehingga bisa berbalik memberontak terhadap manusia sudah menjadi tema umum dalam fiksi ilmiah. Musk berkata kepada sekumpulan pejabat AS bulan ini bahwa potensi bahaya seperti itu bukan khayalan sehingga pemerintah harus bergerak meregulasi kecerdasan buatan.

Baca: Mark Zuckerberg, dan kecerdasan buatan, hanya di kanal Tekno Tempo.co.

REUTERS | AMRI MAHBUB

Tuesday, July 25, 2017

NASA Siapkan Pesawat Komersial Supersonik untuk AS

NASA Siapkan Pesawat Komersial Supersonik untuk AS

Tekno, Washington DC - Amerika Serikat segera memiliki pesawat komersial berkecepatan supersonik yang akan dibangun badan antariksa negara itu (NASA). Pesawat tersebut bakal menghemat waktu perjalanan setengah dari lama perjalanan saat ini.

Baca: Pesawat CN 235-220 Buatan PTDI Dibeli Militer Nepal

NASA telah memiliki desain jet supersonik baru yang akan mengurangi efek sonic boom. Lembaga itu akan menerima beberapa tawaran dari produsen pesawat mulai Agustus untuk membangun sebuah model demo, menurut laporan Bloomberg yang dikutip Mashable, Selasa 25 Juli 2017.

Sonic boom biasanya terjadi setelah pesawat melampaui 660 mph dan melewati hambatan suara, yang menyebabkan gangguan suara di ketinggian rendah. Fenomena ini merupakan salah satu alasan utama transportasi super cepat itu dilarang di AS pada tahun 1973.

Desain jet NASA, yang diciptakan dengan bantuan Lockheed Martin dan berhasil diuji dalam format model kecil baru-baru ini, bisa berperan dalam membawa pesawat supersonik meminimalkan gelombang kejut yang dihasilkannya.

NASA memiliki anggaran sebesar hampir US$ 400 juta untuk proyek selama lima tahun yang bertujuan mengembangkan pesawat demo besar, "pesawat X" untuk uji terbang di area berpenduduk.

Peter Coen, manajer proyek dari tim peneliti supersonik komersial NASA, mengatakan kepada Bloomberg bahwa timnya bertujuan untuk menghasilkan tingkat suara antara 60 dan 65 dBA, kira-kira sekeras suara mobil mewah di jalan tol.

NASA berencana untuk menguji prototipe pesawat X mulai tahun 2022, menurut laporan tersebut. Badan ini kemudian akan berbagi keahlian desain dan hasil tes dengan produsen pesawat AS utama untuk mendorong pengembangan teknologi supersonik.

Baca: Foto dan Keistimewaan Stratolaunch, Pesawat Terbesar di Dunia

Salah satu produsen adalah Boom Jets, sebuah startup yang menyasar perjalanan supersonik dengan biaya lebih rendah dengan CEO Virgin Richard Branson sebagai pendukung utama. Perusahaan ini dikabarkan telah mengamankan pemesanan untuk 25 pesawat jet supersonik generasi mendatang yang melayani Dubai dan lokasi internasional lainnya.

MASHABLE | ERWIN Z

Sunday, July 23, 2017

Riset Terbaru: Antirefleksi Layar Smartphone Tiru Mata Ngengat

Riset Terbaru: Antirefleksi Layar Smartphone Tiru Mata Ngengat

Tekno, Hualien County - Ada yang menarik dari Hasil Riset Terbaru: Beda Anak Beda Kasih Sayang

Namun ketidaknyamanan itu tinggal cerita. Ilmuwan gabungan dari National Taiwan University dan National Dong Hwa University, Taiwan, serta University of Central Florida, Amerika Serikat, kini tengah mengembangkan kaca film dengan struktur yang mirip mata ngengat.

Mata serangga dari ordo Lepidoptera ini memang canggih. Mereka bisa melihat dalam gelap.

Menurut studi dalam jurnal Optica edisi 22 Juni lalu ini, film anti-refleksi dengan struktur mirip mata ngengat tersebut bisa secara signifikan mengurangi silau layar saat di bawah tempat yang terik. Studi ini dipimpin oleh Guanjung Tan dan Shin-Tson Wu, pakar optik dan fisika cahaya, dari University of Central Florida.

Baca: Zuckerberg Jual Saham Facebook Rp 13 T untuk Riset Medis

"Film ini bisa mereduksi refleksi cahaya langit cerah hingga 10 kali lipat dan saat terik hingga lima kali," demikian penjelasan tim dalam jurnal. Selain anti-refleksi, menurut mereka, film yang diilhami oleh cara kerja alam ini juga bisa berguna sebagai antigores dan antidebu. Soal biaya produksinya, meski tak menyebut angka, Tan menyebutnya tidaklah mahal.

Tan, Wu, dan tim terinspirasi setelah mendengar istilah "efek mata ngengat". Istilah ini mengacu pada pola unik dari struktur nano anti-refleksi di permukaan luar kornea mata ngengat.

Struktur nano tersebut memungkinkan cahaya masuk ke mata tapi tidak memantulkannya. Hal ini membantu ngengat melihat dalam gelap, tapi mencegah mata mereka memantulkan cahaya yang bisa mengundang predator.

Baca: Swiss Bantu Unair Rp 8 Miliar untuk Riset Vaksin Flu Burung

Sebelumnya, pernah ada studi yang juga terinspirasi oleh "efek mata ngengat". Tim tersebut membuat sel surya dengan permukaan berstruktur nano untuk mengurangi jumlah sinar matahari yang dipantulkan panel. Selain biaya produksi yang murah, tentunya, ini membantu meningkatkan efisiensi pemrosesan cahaya menjadi energi listrik.

Adapun Wu dan Tan mencoba membuat film yang bisa mengurangi refleksi cahaya pada layar smartphone. Selama ini, teknologi layar ponsel pintar dan laptop yang bisa beradaptasi dengan lingkungan memang sudah banyak.

Caranya, kalau tidak cahaya layar yang dikurangi, ya tingkat kecerahannya dinaikkan. Namun cara tersebut menghabiskan baterai perangkat. Dengan lapisan ini, menurut tim dalam jurnal, jumlah daya gawai tidak terpengaruh.

Baca: Hasil Riset: Anak Anjing Lebih Tertarik kepada Ucapan Manusia

"Film ini nanti bisa menjadi film anti-refleksi atau bisa terintegrasi dengan layar," kata Wu, seperti dikutip dari laman berita Live Science.

Wu menjelaskan, untuk membuat film tersebut, tim membuat cetakan menggunakan bidang nano. Kemudian, mereka mencetaknya pada permukaan kaca dan dirangkai dengan baik ke dalam lapisan yang rapat. Tim kemudian menggunakan cetakan template untuk menekan pola mata ngengat tersebut ke dalam film.

Menurut Wu, perakitan film ini dalam skala industri akan mudah dilakukan. "Hanya perlu buat cetakan skala besar," kata dia. Namun, untuk sampai ke sana, Wu dan tim masih harus memperbaiki terus daya tahan film, serta menemukan keseimbangan antara fleksibilitas dan kekerasan yang tepat.

Baca: Riset Perguruan Tinggi Didorong untuk Berorientasi Industri

Yang membuat Tan, Wu, dan tim sangat bersemangat untuk melanjutkan studi ini adalah lapisan film yang fleksibel dan tipis. Jadi, nantinya, bukan tidak mungkin layar mata ngengat ini bisa digunakan di televisi masa depan yang bisa ditekuk maupun dilipat.

Baca: Riset: Pernikahan Orang Materialistis Cenderung Tak bahagia

Simak berita menarik riset terbaru lainnya dan soal teknologi smartphone hanya di kanal Tekno Tempo.co.

OPTICA | LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB