Nasional, Jakarta - Universitas Surya terjerat utang di Bank Mandiri sebesar Rp 16 miliar. Utang itu muncul berkaitan dengan kredit tanpa agunan (KTA) berupa student loan yang pengajuannya dilakukan orang tua mahasiswa. Dampak kredit macet ini mahasiswa dan dosen mulai meninggalkan kampus yang didirikan ahli fisika Profesor Yohanes Surya tersebut.
Berikut ini pengakuan orang tua mahasiswa ihwal krisis keuangan Univrsitas Surya. Orang tua mahasiswa yang tak mendapat beasiswa juga ditawari student loan. Pirnan, misalnya. Ayah seorang mahasiswa jurusan teknik kimia angkatan 2014 itu mengatakan mereka yang mengambil KTA dibebaskan dari kewajiban membayar uang gedung sebesar Rp 12 juta.
Baca: Universitas Surya Terjerat Utang Rp 16 Miliar, Mahasiswa dan Dosen Hengkang
Meski tidak mendapat beasiswa, ia diperbolehkan mengangsur biaya studi Rp 18 juta per semester menjadi Rp 3 juta per bulan, dan mendapat laptop. “Dengan iming-iming seperti itu, saya mau ikut student loan,” ujar Pirnan.
Saat menandatangani formulir pengajuan KTA, para orang tua juga meneken selembar surat yang berisi pemberian kuasa kepada Bank Mandiri agar mentransfer duit tersebut kepada pihak kampus. Anehnya, penerima dana itu bukanlah Yayasan Surya Institute sebagai pengelola kampus, melainkan PT Surya Research International (SRI)--juga milik Yohanes Surya. Padahal, menurut Undang-Undang Pendidikan Tinggi, pengelolaan kampus harus di bawah badan hukum nirlaba.
Awalnya, tak ada masalah. Namun memasuki 2015, sebagian orang tua mulai ditagih oleh Bank Mandiri. Puncaknya, pada September 2016, banyak orang tua mendapat panggilan telepon atau surat dari Mandiri. Suwita Santosa, yang anaknya berkuliah di jurusan human computer interaction, mengaku dihubungi debt collector Mandiri yang dengan nada keras meminta membayar tunggakan sekitar Rp 40 juta. “Saya bingung. Katanya yang bayar kampus, tapi kok saya yang ditagih,” ujar Suwita.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rohan Hafas, membenarkan banknya menagih tunggakan kredit kepada para orang tua. Sebab, orang tualah yang menandatangani pengajuan KTA. “Jadi, merekalah yang kami tagih karena kewajiban ada pada mereka,” ujarnya.
Tempo mendapat salinan perjanjian kerja sama antara Bank Mandiri dan PT SRI. Perjanjian itu jelas menyebutkan orang tua mahasiswa menjadi debitor utang tersebut. Perjanjian itu juga menyatakan PT SRI hanya akan menanggung pokok pinjaman, bunga, denda, dan biaya lain yang timbul jika debitor tak membayar tagihan. Rohan Hafas membantah adanya perjanjian tersebut.
Ditemui Tempo pertengahan Juni lalu, Yohanes Surya, yang kerap dijuluki “Bapak Fisika Indonesia” karena keberhasilannya di berbagai olimpiade fisika, mengakui perjanjian tersebut. Dia juga membenarkan adanya kewajiban yang harus dilunasinya. Menurut Yohanes, dia salah perhitungan karena merekrut lebih dari 200 doktor sebagai dosen pada masa awal Universitas Surya berdiri. KTA itu juga digunakan untuk membayar tunggakan gaji dosen. “Gaji mereka sangat besar, bahkan ada yang Rp 50-65 juta,” katanya. Laporan lengkapnya baca majalah Tempo edisipekan ini, 24-30 Juli 2017.
TIM INVESTIGASI TEMPO